Kepincut Ratu Sari (75) - Pengajar adalah Pendengar

Sore ini saya mengajar murid bermain lagu Sepasang Mata Bola di salah satu kelas daring. Murid saya membaca partitur yang terdiri dari melodi dan chord. Ia membaca partitur melodi dan membuat sendiri iringannya berdasarkan chord yang tertera di buku. 

Murid saya yang satu ini memang suka sekali memainkan lagu-lagu Indonesia. Salah satunya lagu Keluarga Cemara. Ia sangat suka lagu itu dan sempat memainkannya di salah satu acara sekolah. Sama seperti Sepasang Mata Bola, di lagu itu ia menyusun sendiri pola iringan untuk dimainkan tangan kiri. 

Sewaktu murid saya bermain musik saya memilih untuk diam dan mendengarkannya baik-baik. Saat ia bermain not melodi atau iringan keliru juga saya diam saja. Saya hanya mendengarkan dia berbicara atau bercerita lewat musik sampai tuntas. Komentar atau tanggapan baru saya berikan di akhir setelah ia selesai bermain.    

Saya sengaja melakukan itu karena menganggap bahwa bermain musik adalah sama seperti orang berbicara. Bisa kita bayangkan saat sedang asyik bercerita tentang pengalaman seru tapi dipotong oleh orang lain yang memperbaiki cara pengucapan kita yang keliru. Rasanya kurang nyaman, bukan? Terlebih bila orang tersebut memotong pembicaraan berulang kali. Begitulah kurang lebih saya memandang proses mengajar musik. 

Momen bermain musik adalah istimewa bagi murid karena ia mendapatkan kesempatan untuk bercerita. Seperti yang kita ketahui, saat ini banyak sekali anak-anak yang hanya diminta untuk mendengarkan dan memahami tanpa diberi kesempatan untuk bercerita dan dipahami. Oleh sebab itu saya menganggap betapa pentingnya peranan pengajar musik bagi kesehatan mental anak-anak. Saya berharap seluruh pengajar musik meyakini bahwa peranannya bagi perkembangan anak adalah sangat besar dan penting. Pengajar musik harus berperan sebagai pendengar yang baik. Kita berikan kesempatan pada anak-anak untuk bercerita, berkeluh kesah, menangis, atau tertawa. Kita dengarkan mereka sepenuhnya tanpa memotong pembicaraan.

Selain mendengarkan, peranan penting seorang pengajar tentu adalah mengarahkan. Tentu kita tidak ingin murid memainkan suatu lagu dengan melodi atau iringan yang kurang nyaman didengar. Kita harus tetap memberikan arahan namun sambil mempertimbangkan hal yang saya bahas sebelumnya, yaitu bahwa murid sedang asyik bercerita. Ingat baik-baik bahwa orang yang sedang asyik bercerita tentu merasa kesal saat mendapat banyak koreksi apalagi dengan cara yang kurang nyaman. Bisa jadi mereka akan berkata,"Ini kan ceritaku! Terserah aku dong!"

Kepada murid yang memainkan Sepasang Mata Bola saya memberlakukan satu cara saat memberikan masukan. Saya memainkan potongan lagu, di bagian yang ia butuh masukan, sebanyak dua kali. Kali pertama saya mainkan sesuai dengan yang saya anggap lebih baik dan kali kedua seperti yang ia mainkan sebelumnya. Kebetulan murid saya ini punya kepekaan pendengaran yang sangat baik hingga ia bisa cepat sekali mengetahui perbedaan di antara dua permainan itu. 

Saat murid bermain not yang keliru dan cukup fatal, saya berkata bahwa itu sudah baik namun belum tepat. Sedangkan apabila permainan murid sudah baik namun hanya kurang nyaman didengar, maka saya berikan dua pilihan dan memintanya untuk memilih mana yang lebih ia anggap nyaman. Terkadang murid memainkan bagian musik tertentu dengan gaya berbeda dari pengajar justru karena ia merasa nyaman melakukannya. 


+++


Sungguh berat tugas pengajar untuk mendengarkan. Jauh lebih mudah mengambil alih komunikasi dan menjadikannya satu arah. 'Kamu harus begini, begitu, begini, begitu' tanpa peduli perasaan dan pikiran si murid itu sendiri. Sikap itu tidak salah namun jahat. Pengajar menjadikan murid hanya sebagai robot mainan yang bisa bergerak sesuai keinginannya. Saat mainan tidak bisa bergerak sesuai keinginannya maka kesimpulan pertama adalah mainan rusak. Murid menjadi pihak yang selalu dipersalahkan. Murid tidak dipahami dan tidak didengarkan. Pengajar selalu bicara dan minta didengarkan dan dipahami. 

Sering sekali saya melihat sosok anak-anak yang tidak mendapat kesempatan untuk mengekspresikan perasaan dan pemikirannya sendiri bahkan di depan orang tua. Mereka berasal dari orang tua yang sepertinya belum tuntas dengan dirinya sendiri. Orang tua semacam ini masih sangat butuh pengakuan dari orang lain. Jangankan memahami anak kandung, memahami diri sendiri pun mereka belum sanggup. Harap teman-teman pahami bahwa anak yang berada di keluarga demikian ini jumlah sangat banyak saat ini! Itu menjadi tugas kita untuk memahami, mendengarkan, dan menemani mereka. Semoga saya dengan demikian anak-anak ini bisa menjadi lebih manusiawi.     


(Kepincut Ratu Sari adalah singkatan dari Kelas Piano dalam Cuplikan Tulisan Seratus Hari. Tantangan bagi saya sendiri untuk membuat catatan berbagai aktivitas menarik di kelas piano. Catatan berlangsung selama 100 hari. Hari ini adalah hari ke 75.)

Comments

Popular posts from this blog

Terima Kasih Ahok!

Perjalanan Ananda dan Kehadiran Sang Idola

Dasar Kamu Enggak Normal!