Kepincut Ratu Sari (91) - Pesan untuk Semua Pengajar Musik

Jauh sebelum pandemi, kurang lebih awal tahun 2019, saya sempat mengobrol banyak dengan salah satu murid. Durasi les 45 menit dan kita mengobrol selama kurang lebih 45 menit. Yak, waktu itu kita tidak bermain piano sama sekali. Piano saya tutup rapi. Ada banyak sekali pertanyaan yang ingin saya sampaikan padanya. 

Satu keunikan murid saya ini, anak perempuan yang duduk di kelas empat SD, adalah ia punya kebutuhan bergerak yang sangat tinggi. Jarang sekali ia bisa duduk di bangku piano selama lebih dari 10 menit. Ia sering melakukan berbagai hal usil seperti sengaja menggambar sosok wajah saya di papan tulis atau sengaja bermain piano dengan tempo sangat cepat sambil berteriak-teriak keras sekali. Di sisi lain, murid saya ini punya kemampuan observasi sangat baik. Ia sering bersikap penuh perhatian pada orang lain. Sungguh saya penasaran ingin tahu kondisi kehidupan sehari-harinya. 

Saya memulai obrolan dengan bertanya tentang aktivitas yang suka ia lakukan di rumah. Ia menjawab singkat,"Main hape." Saya coba sebutkan sejuta aktivitas menyenangkan lainnya dan semua ia jawab dengan gelengan kepala. "Cuma main hape aja," katanya. Ia bercerita, semua orang yang ada di rumah, termasuk orang tuanya, juga selalu memegang gawai masing-masing. Saat saya tanya aktivitas apa yang ia dan keluarganya lakukan di gawai hingga masing-masing asyik sendiri, ia jawab semua bermain games atau sekadar mencermati media sosial. 

Lebih lanjut saya tanya kapan mereka menikmati waktu mengobrol bersama sebagai keluarga. Saya menduga ia akan menjawab 'hari Minggu waktu semua libur'. Itu tidak terjadi. Murid saya berkata ia dan keluarganya tidak punya momen mengobrol atau diskusi bersama di dalam keluarga. "Ya semua main hape aja sendiri-sendiri," ujarnya. 

Tentu saya tidak serta merta menyimpulkan ia dan keluarganya berada dalam dunia bisu dan semua selalu menunduk ke bawah melihat gawai masing-masing. Namun obrolan panjang saya dengannya cukup memberi gambaran tentang apa kira-kira kebutuhan mendalam dari diri murid saya ini. Saya bertemu dia satu kali seminggu selama 45 menit. Tentu saya hanya bisa menerka-nerka.    

Oh tidak, tidak. Tulisan ini saya buat bukan untuk menyampaikan kegelisahan saya soal media sosial. Itu sudah saya sampaikan kemarin, eh maaf, dua hari yang lalu tepatnya (Kepincut Ratu Sari (89) - Dampak Jahat Medsos). Hari ini saya ingin membahas soal obrolan dari hati ke hati. Apakah teman-teman pembaca punya keprihatinan yang sama soal keluarga zaman sekarang yang jarang omong satu sama lain? 

Suatu hari, masih di tahun 2019, saat makan di resto cepat saji saya melihat satu keluarga duduk berempat. Bapak, Ibu, dengan dua anak. Satu anak berusia sekitar belasan, satunya lagi mungkin masih kelas dua SD. Sejak saya datang, memesan makanan, mulai makan hingga rampung dan mengobrol dengan Kiky (waktu itu masih jadi pacar saya), lalu beranjak dari bangku untuk pulang, saya perhatikan mereka berempat sibuk dengan gawai masing-masing. Dalam hati saya marah! Saya benci melihat gawai di tangan mereka dan ingin rasanya berbuat kasar. 

Mereka menyia-nyiakan momen kebersamaan keluarga hanya untuk bermain games dan menikmati gambar orang lain di Instagram. Mereka menikmati keindahan di alam maya dan lupa bahwa di depan mereka ada anugerah yang luar biasa berupa keluarga. Mereka repot-repot mencari keindahan, yang sebetulnya sudah ada di genggaman, di tempat yang keliru.    

Hingga datang sepasang suami istri muda dengan anak balita lucu sekali duduk di samping saya. Hati saya langsung hancur melihat adegan berikutnya. Suami istri itu sibuk dengan gawai masing-masing sementara sang balita berusaha keras menusuk makanan dengan garpu plastik. Adegan itu berlangsung lebih dari 15 menit. Sungguh saya ingin berteriak di kuping suami istri itu,"Konten medsos bisa dilihat ulang kapanpun! UMUR ANAKMU TIDAK BISA DIULANG! PAHAM?!"


+++


Apa yang kita bayangkan ketika mendengar kata 'kemanusiaan'? Anak kecil kurus kelaparan di Afrika? Korban bencana alam kesulitan mencari air bersih? Tumpukan ratusan ribu jenazah yang meninggal akibat covid 19? Betul, semua itu memang masalah kemanusiaan. Namun hati-hati, ada bencana kemanusiaan lain yang mungkin tidak menarik perhatian banyak orang, yaitu perhatian orang tua ke anak. Dulu saya dan adik sering saling iri karena merasa orang tua tidak berperilaku adil. Mungkin anak zaman sekarang merasa iri pada gawai yang hampir 24 jam digenggam orang tua mereka. 


https://www.kindpng.com/downpng/iixwwiT_think-about-others-cartoon-hd-png-download/

Hmm, pikiran itu jelas keliru! Anak kecil tidak akan berpikir demikian karena yang mereka alami sehari-hari sejak kecil adalah yang terbaik menurut versi mereka. Mereka tentu tidak (semoga cuma 'belum') tahu bahwa ada opsi lain yang bisa orang tua mereka lakukan selain menonton selebgram di medsos yaitu memperhatikan anak-anaknya.

Saya bukan seorang yang anti terhadap kemajuan teknologi. Namun saya akan berteriak protes saat kemajuan teknologi justru menurunkan kualitas hidup manusia. Kita mesti ingat bahwa teknologi adalah produk buatan manusia. Kita adalah majikan atas teknologi yang hanya berupa barang tak bernyawa. Jangan sampai kemajuan teknologi justru merusak kualitas hidup manusia. Saya cinta teknologi yang keren-keren tapi saya lebih cinta sesama manusia. 

Dalam hal ini, pengajar musik punya peranan yang sangat besar. Ada satu aktivitas kemanusiaan yang bisa kita lakukan, meski porsinya mungkin kecil, untuk menyelamatkan generasi penerus bangsa. Bisa jadi murid yang kita didik di kelas adalah pribadi yang haus kasih sayang dan perhatian. Bisa jadi orang tua mereka kaya raya namun tidak pernah mengajak mereka berdiskusi soal ide atau perasaan.  

Kita bisa duduk di samping mereka dan mendengarkan apa yang mereka pikir dan rasakan. Kita bisa coba pahami mereka. Kita bisa hadir di sana dan menunjukkan pada mereka bahwa dunia adalah tempat yang hangat.  

Itu adalah peranan paling signifikan bagi semua pengajar musik yang mau mengubah dunia. Kita bisa menciptakan dunia lebih baik (hanya) dengan mendengarkan para murid. Ya, saya sangat paham, tuntutan kurikulum dan tetek bengek lainnya mendorong kita untuk banyak bicara dan memberikan arahan bagi murid. Kita kadang lupa untuk mendengarkan murid dan menganggap mereka sebagai panci yang tidak pernah protes saat kita isi mie instan, air putih, atau batu bata sekalipun. Namun kita punya peluang untuk berperan lebih besar lewat peran kita di dunia pendidikan musik. Kita punya kesempatan besar untuk memanusiakan manusia. Apa guna kurikulum bila dewasa kelak mereka menjadi pribadi dingin yang tak sanggup mendengarkan hati nurani?

Saya mengajak semua pengajar musik untuk menyimpan pola pikir ini di dalam diri masing-masing. Momen mengajar adalah kesempatan luar biasa untuk membuat murid merasa dipahami hingga mereka merasa punya teman di dunia yang makin lama makin dingin ini. Memang ini merepotkan. Jauh lebih repot ketimbang hanya mengatur murid harus bermain apa dengan cara bagaimana. Namun bila kita punya cara pandang seperti ini, kita bisa menciptakan dunia yang lebih baik minimal di dalam diri tiap anak. 

Dunia sedang berubah cepat sekali. Kemajuan teknologi memberikan banyak fasilitas namun berpotensi merusak manusia. Anak-anak membutuhkan kita untuk menemani mereka. Anak-anak berteriak minta tolong tanpa tahu harus memanggil siapa. Kita bisa segera hadir menjawab panggilan darurat itu.    


(Kepincut Ratu Sari adalah singkatan dari Kelas Piano dalam Cuplikan Tulisan Seratus Hari. Tantangan bagi saya sendiri untuk membuat catatan berbagai aktivitas menarik di kelas piano. Catatan berlangsung selama 100 hari. Hari ini adalah hari ke 91.)

Comments

  1. Kak Inugg!!! Aku baru baca dan sangat setuju! Anak2 butuh dimengerti dan diajak ngobrol, sesimpel itu. Buatku kalau muridku udh di level yg bisa cerita apa aja bahkan tanpa ditanya, itu sebuah pencapaian wkwk. Btw sepertinya tau murid pianonya kak 😂

    ReplyDelete
  2. Kak Inugg!!! Aku baru baca dan sangat setuju! Anak2 butuh dimengerti dan diajak ngobrol, sesimpel itu. Buatku kalau muridku udh di level yg bisa cerita apa aja bahkan tanpa ditanya, itu sebuah pencapaian wkwk. Btw sepertinya tau murid pianonya kak 😂

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Terima Kasih Ahok!

Perjalanan Ananda dan Kehadiran Sang Idola

Dasar Kamu Enggak Normal!