pérspéktif Sean Gifaneira - We can Work Together to Save the World

Pandemi virus corona membuat semua orang harus beradaptasi. Banyak orang kehilangan pekerjaan. Banyak pula perilaku kekerasan yang muncul di dalam keluarga. Saya kerap ngeri membayangkan dampak pandemi pada anak-anak. Mereka butuh belajar bersosialisasi dan mengeksplor dunia. Diam di rumah tentu bukan kondisi ideal. 

Pemerhati anak mengelompokkan masalah yang mungkin muncul ke dalam tiga bidang, yaitu kesehatan fisik, pendidikan, dan perlindungan. Kondisi finansial keluarga yang memburuk mengancam pemenuhan gizi dan imunisasi anak. Proses belajar jarak jauh pun masih terus mencari bentuknya yang terbaik. Kondisi lingkungan yang semakin penuh tekanan berpotensi melukai anak-anak lewat ragam bentuk kekerasan.        

Namun ada anak yang justru mengalami kemajuan pesat dalam hal kedewasaan selama pandemi. Anak ini menjadi pribadi yang tenang, sabar, penyayang, dan dingin dalam menghadapi masalah. Ia sangat bertanggung jawab pada tugas-tugasnya. Proses belajar jarak jauh dengan kualitas sinyal yang mboh-mboh-an pun sepertinya tidak menghalangi niatnya untuk maju.  

Berikut saya hadirkan kisah Sean Gifaneira, seorang siswi kelas tiga Sekolah Dasar Kinderfield Depok dalam pérspéktif Sean Gifaneira -  We can Work Together to Save the World.

      

Guru Baru

Suatu hari Aira menangis saat menonton berita korban meninggal akibat terinfeksi virus Covid 19. Ia merasa sedih bercampur takut. "Sedih karena banyak yang meninggal dan tidak bisa bernafas. Aku kasihan gitu," ujar siswi kelas tiga Sekolah Dasar Kinderfield Depok ini. 

Aira sungguh kaget mengetahui virus bisa menyebar hingga ke seluruh dunia dalam waktu yang cepat sekali. Dalam sekejap pandemi membuat Aira harus belajar dari rumah. Ia tidak pernah menyangka hanya bisa berjumpa teman dan guru lewat sambungan video.

Aira tidak keluar rumah sejak pandemi melanda Indonesia. Ia tidak membuat satu pun langkah kaki keluar pintu rumah. Suatu waktu pernah bersama keluarga, Aira berkendara dengan mobil keliling kompleks perumahan. "Seneng bisa keluar rumah lagi," kata Aira.  

Aira punya banyak teman di sekolah dan tentu ia merasa sedih tidak bisa bertemu dan bermain bersama. Ia juga sedih tidak bisa bertemu guru yang baru ditemuinya di tahun ajaran ini. "Tahun ajaran baru ini teman-teman sekelas masih sama tapi gurunya baru," ujar Aira. Ia pun kecewa tidak bisa melihat bangunan sekolah baru di samping gedung yang lama.


Matiin Speaker

Pada awalnya Aira merasa kaget saat beradaptasi dengan pola belajar jarak jauh. Ia sempat merasa lelah akibat banyaknya jumlah tugas dan cepatnya proses belajar. Dalam satu hari ia bisa mendapat tiga hingga empat tugas dari guru. Jumlah itu dua kali lipat lebih banyak ketimbang jumlah tugas di masa sebelum pandemi. "Belajarnya jauh lebih cepat jadi pahamnya juga harus cepat," katanya.  

Aira bercerita ada orang tua murid yang pernah mengajukan permintaan pengurangan jumlah tugas pada guru. Ia sangat memahami kesulitan orang tua itu yang punya anak lebih dari dua. "Mami temen aku capek karena harus nemenin anaknya yang masih kecil. Padahal anaknya yang lain juga butuh ditemenin," kata Aira. Ia sendiri merasa ingin jumlah tugas kembali seperti sebelum pandemi. 

Uniknya, Aira merasa lebih nyaman belajar secara daring. Sekarang ia bisa berkonsentrasi penuh tanpa terganggu suara berisik yang kadang timbul di kelas. Belajar jarak jauh tidak menjamin semua temannya bersikap tenang namun Aira bisa mengatasinya dengan mudah. "Matiin aja speaker-nya," kata Aira sambil tertawa.  

Aira mendapat beberapa opsi cara belajar selain mendengarkan guru memberi penjelasan yaitu membaca lewat buku, menonton video, atau mengerjakan proyek bersama teman-temannya. "Kita diskusi juga di dalam kelompok," ujarnya. Aira sendiri sangat menyukai mata pelajaran matematika, ilmu pengetahuan alam, dan Bahasa Inggris. 

Komunikasi dengan guru tidak selamanya mulus. Beberapa kali Aira mengalami mati listrik hingga jaringan internet rumah mati dan tidak bisa mengikuti pelajaran sepanjang hari. Ia menyiasatinya dengan membuat koneksi ke jaringan internet gawai orang tuanya. Seandainya ada pelajaran terlewat, Aira bertanya langsung pada gurunya. 

Aira merasa lebih nyaman mendapat penjelasan dari guru lewat tatap muka seperti sebelum pandemi. Penjelasan lewat tatap muka membuat murid bisa jauh lebih memahami materi.  

Semua aktivitas Aira di luar sekolah, les Bahasa Mandarin, les piano, dan mengaji, juga dilakukan lewat belajar jarak jauh. Meski mengaku sering terganggu akibat buruknya koneksi internet, Aira bisa menemukan satu sisi positif dari belajar di rumah. "Kian bisa dengerin juga jadi bisa ikutan pinter," ujarnya. Kian adalah adik Aira yang saat ini duduk di bangku TK.  


Bawakan Mainan

Belajar dari rumah membuat Aira lebih sering bertemu dengan Papa, Mama, dan Kian, adiknya. Ia banyak menghabiskan waktu bersama Kian. Mereka bermain bersama setelah sekolah usai. "Kita main boneka atau main game.Sekarang lagi suka main Hot Wheels yang warnanya bisa berubah," katanya ceria.

Tiap malam, Aira kerap menemani Kian sebelum tidur. Ia berinisiatif membuat adiknya nyaman dengan menemaninya bermain. Sejak harus belajar dari rumah, hubungan Aira dengan adiknya menjadi lebih akrab. Ia juga sering membawakan mainan bila adiknya kurang enak badan dan harus istirahat di kamar.       

Aira juga kerap mengobrol bersama orang tua meski kadang mereka disibukkan dengan aktivitas pekerjaan. "Papa sering menghadap laptop karena mendapat tugas dari boss-nya. Sama rapat-rapat juga," tambah Aira.

Di waktu luang, Aira sering menghabiskan waktu dengan membaca buku Cinderella dan Peppa Pig. Ia juga mengaku sering mengunyah cemilan dan empek-empek kesukaannya. 

Aira tetap menjaga kondisi fisik dengan berolahraga bersama Kian dan mengonsumsi vitamin yang orang tuanya berikan. "Kita sering lomba jumping jack. Aku menang melulu, hahaha!" tutur Aira. Di awal masa pendemi, minus di mata Aira bertambah akibat menjadi terlalu sering menatap layar. Orang tuanya membantu Aira menjaga kesehatan mata dengan mengoleskan minyak yang membuat mata rileks.     

  

To the Way That It Is

Informasi tentang virus corona yang banyak beredar lewat media sosial maupun televisi kerap membuat Aira merasa takut. Beruntung ia punya kontrol yang kuat atas dirinya sendiri dan langsung mengubah saluran televisi saat mulai merasa tidak nyaman. "Kadang aku balikin ke TV kartun lagi," kata Aira.    

Namun informasi itu membuat Aira menyadari pentingnya perilaku hidup sehat. Ia mengingatkan pentingnya mengenakan masker dan sebisa mungkin tetap berada di dalam rumah.  

Saat ditanya tentang langkah apa yang akan Aira ambil bila menjadi Presiden Republik Indonesia, Aira menjawab,"Kita harus bekerja sama dan jangan selalu keluar rumah. Hindari makanan yang tidak bagus. Dan jangan buang sampah di jalan biar tidak kotor!" 

Aira, yang tersentuh melihat kondisi kemanusiaan di berbagai daerah, juga rajin mengucapkan doa untuk keselamatan semua orang. 

"I hope that all the people is safe 

and corona must be gone. 

We can work together to save the world 

and I hope that our world can come back 

to the way that it is."

Aira sungguh ingin doanya bisa terwujud hingga ia berusaha rutin menyampaikan doa itu setiap hari. "Tapi kadang lupa kalau kecapekan sekolah," ujar Aira cekikikan.



@gilangfs

Comments

Popular posts from this blog

Terima Kasih Ahok!

Perjalanan Ananda dan Kehadiran Sang Idola

Dasar Kamu Enggak Normal!