Lahirkan 'Imanuel-Imanuel Kecil'

Dua hari yang lalu Hari Natal. Saya berkumpul bersama keluarga inti. Gendis, keponakan saya, yang selalu membuat suasana ceria, juga ikut hadir tentunya. Jam sebelas siang, kita mengikuti Misa Natal dari Gereja Katedral Jakarta yang ditayangkan Kompas TV. 

Saya dan Kiky, istri saya, mengenakan pakaian putih rapi. Adek bersama Adi suaminya dan Gendis, mengenakan pakaian merah gelap. Bapak dan Ibu juga berpakaian rapi. Semua ingin tetap merayakan Hari Raya Natal sekhusyuk mungkin meskipun mengikuti misa dari rumah. Memang sudah menjadi kebiasaan bagi keluarga kami untuk mengikuti Misa Natal bersama-sama.

Pukul sebelas ibadah dimulai. Kita semua duduk di lantai menghadap layar televisi. Saya duduk di pojok ruangan, persis di sebelah pohon Natal dan gua tempat Yesus lahir yang Ibu susun rapi awal Desember yang lalu. Bapak, yang kakinya sedang sakit, duduk di atas sofa. Ibu duduk di bangku kecil yang biasanya Gendis pakai untuk makan.

Homili misa disampaikan oleh Uskup Kardinal Ignatius Suharyo. Saya berusaha mendengarkan secermat mungkin karena bagi saya itulah bekal, atau petunjuk bagi saya untuk menjalani hari-hari ke depan. Berikut saya ceritakan pemahaman yang bisa saya tangkap saat mendengarkan homili Romo Uskup.

Hari Natal sangat penting bagi umat manusia karena merupakan momentum kedatangan Yesus Sang Juru Selamat di bumi. Pemaknaan Natal selalu kontekstual, sesuai dengan kebutuhan manusia. Demikian juga saat ini, di mana ada banyak sekali gambaran keserakahan, intoleransi, dan ujaran kebencian di masyarakat.      

Tema Natal tahun ini adalah 'dan mereka akan menamakan dia Imanuel'. Imanuel berarti Tuhan beserta kita. Pendampingan Tuhan harus terus kita yakini terutama dalam menjalani masa pandemi seperti saat ini. Kita tentunya akan lebih mantap melangkap saat meyakini bahwa Tuhan menyertai.  

Penyertaan Tuhan itu membuat kita harus makin berani berbuat kebaikan secara riil. Seperti digambarkan dalam kitab suci bahwa Tuhan Yesus berjalan berkeliling memberitakan kebaikan. 'Berjalan berkeliling' menggambarkan betapa Tuhan Yesus terjun langsung mengunjungi banyak orang yang membutuhkan pertolongannya.

Romo Uskup juga menegaskan bahwa kita diharapkan bisa melahirkan 'Imanuel-Imanuel kecil' dalam lingkungan kita.


+++


Saya lalu mencoba merenung.

Sungguh, betapa jauh dari mudah usaha untuk melahirkan 'Imanuel-Imanuel kecil' dalam kehidupan sehari-hari. Kehadiran kita harus menggambarkan kebaikan itu sendiri. Tidak mudah karena kita pasti punya banyak kepentingan yang - menurut kita - harus didahulukan dan segera dituntaskan. Sungguh sulit untuk berpikir bahwa kehadiran kita pertama-tama adalah untuk kebaikan orang lain.  

Saya pikir, kita bisa mulai dari lingkup paling kecil, yaitu diri sendiri. Kita berdiskusi dan berdamai dengan diri sendiri. Memperbaiki hidup dari hari ke hari. Berani melihat kesalahan diri sendiri dan memperbaikinya. 

Kita harus berhati-hati untuk tidak mudah tergoda mengadopsi nilai-nilai orang lain ke dalam kehidupan kita. Contoh : nilai kemewahan hidup. Tidak sedikit orang yang ikut-ikutan menjadikan barang mewah sebagai tolok ukur pemaknaan hidup saat hanya sekilas melihat kehidupan orang lain. Kita harus teguh dan percaya diri dengan nilai-nilai yang kita anut. Tidak mudah hanyut dalam nilai yang memang kadang dengan sengaja disebar untuk dianut.    

Kita juga harus berani keluar dari diri sendiri dan melakukan langkah nyata di keluarga dan masyarakat. Ini juga tidak mudah karena sudah pasti kita akan berbenturan dengan rasa bosan, perbedaan kepentingan, dan cara komunikasi. Namun, ini adalah satu-satunya cara untuk menemukan pemaknaan diri, yaitu kebermanfaatan untuk orang lain. Kita sebaiknya tidak melarikan diri dari masalah riil yang ada di dalam keluarga dan masyarakat sekitar.     

Semoga kehadiran saya, melalui media apapun - pekerjaan, komunitas, keluarga - bisa membawa bukti nyata bahwa Tuhan memang hadir dan menyertai kita. 

Amin.

Comments

Popular posts from this blog

Terima Kasih Ahok!

Perjalanan Ananda dan Kehadiran Sang Idola

Dasar Kamu Enggak Normal!