Menuangkan Pengalaman ke dalam Tulisan

Kepincut Ratu Sari adalah judul buku yang saya susun. Di dalamnya ada seratus tulisan pendek yang saya tulis selama seratus hari berturut-turut untuk tayang di blog. Awalnya tidak ada niatan menulis buku. Orang-orang terdekatlah yang mendorong saya untuk memublikasikan 100 tulisan itu dalam bentuk buku.  

Proyek menulis Kepincut Ratu Sari saya mulai di awal masa pandemi tahun 2020. Suatu malam saya menonton film Julie and Julia (Columbia Pictures, 2009). Satu tokoh di film itu menulis blog selama satu tahun penuh tentang masakan yang dia masak setiap harinya. Satu hari satu masakan dan tulisan. Saya terinspirasi dan memutuskan untuk menceritakan dinamika di kelas piano selama seratus hari berturut-turut.

Saya ingin menjadikan proyek sederhana ini berkesan dan mudah diingat. Setelah mencoba beberapa pilihan nama, saya akhirnya memilih Kepincut Ratu Sari (Kelas Piano dalam Cuplikan Tulisan Seratus Hari). Saya suka nama itu, hehehe!        

Kegiatan menulis merupakan terapi murah-meriah-nan-manjur ces pleng untuk saya yang punya pikiran cepat sekali lompat dari satu titik ke titik lainnya. Kegiatan menulis membuat pikiran saya berjalan lebih lambat. Lebih tenang. Pelan-pelan. Satu per satu.

Kepincut Ratu Sari adalah buku harian guru les piano. Cerita tentang berbagai hal di kelas piano. Aktivitas-aktivitas sederhana dan kecil, namun bisa kita lihat sebagai representasi dari kehidupan yang sangat megah. Sejak kecil saya senang menulis buku harian dan merasa nyaman melakukannya.

Sejujurnya, saya tidak berpikir untuk memakai sistematika apapun saat menulis Kepincut Ratu Sari. Saya hanya melakukan apa yang biasa saya lakukan. Saya cuma menulis. Saat dapat ide, ya ditulis saja. Sesederhana itu. Itu sebabnya sungguh menarik dan menantang bagi saya untuk menceritakan pengalaman saya dengan sudut pandang cara menuangkan pengalaman ke dalam tulisan. 

"Gimana caranya, Nug?"

"Ya ditulis saja, bro! (mau bagaimana lagi?)"

Aktivitas menulis, bagi saya, adalah semacam dokumentasi sejarah. Tulisan di blog yang saya buat saat menulis skripsi contohnya. Rasanya lucu mengenang masa-masa itu saat membacanya saat ini. "Kok yo jebul skripsi iso tak rampungke ya.. Bejo tenan... (Kok ya ternyata skripsi bisa saya selesaikan ya.. Beruntung sekali..)" 

Saya juga berkesempatan memandang sesuatu dengan sudut pandang yang lebih luas. Saat saya menulis suatu kejadian atau gagasan, saya jadi bisa melihat suatu hal itu dengan lebih jernih dan luas ketimbang cuma ada di dalam pikiran. Sebelum dituangkan dalam tulisan, bisa jadi saya menganggap itu gagasan paling sempurna sejagat. "Elon Musk pasti iri padaku, huahahaha!" Sampai kemudian, setelah selesai dituangkan dalam bentuk tulisan, saya malu dan menganggap itu adalah ide paling bodoh yang pernah dibuat manusia. 


--- SEKILAS CERITA---

Saat melakukan aktivitas menulis, saya merasa mendapatkan teman bincang yang paling mudah saya hubungi, yaitu diri saya sendiri. Muncul perbincangan antara 'Inug Si Bocah' dengan 'Inug Si Bijak'. Keduanya suka mengamati berbagai hal. Bedanya, Si Bijak lebih mampu memandang secara lebih obyektif. 

"Eh... eh.. Mosok toh dia begini-begini-begini.."

"Yoo gapapa toh? Mungkin dia baru begitu-begitu-begitu.."

"Tapi kaann.. gini-gini-gini..."

"Ya mungkin dia cuma butuh diberitahu. Sudah kamu beritahu belum? 

"Belum dong.. Aku kan nganu-nganu-nganu.."

"Nah, kamu ada ide solusi tidak? Coba kamu kembangkan.."

Si Bijak memahami dan mencoba mengerti Si Bocah; Si Bocah pun belajar banyak dari Si Bijak. Perbincangan selalu diakhiri dengan pemahaman mendalam. Tidak ada yang menang atau kalah ; salah atau benar, cuma ada pemahaman. Tiap kali saya menulis, dua pihak ini memperoleh kesempatan untuk memahami satu sama lain lebih mendalam. 

--------


Mencari Topik

Kalau saya coba urutkan, demikian langkah yang saya lakukan saat menentukan topik tulisan : 

1. Mengumpulkan Data (See

Saya perlu berhati-hati untuk membedakan antara fakta dan opini ; data dan kesimpulan. Di tahap ini, yang perlu saya lakukan cuma mencari data sebanyak-banyaknya. Pengumpulan data bisa dilakukan dengan baik bila saya mampu mengoptimalkan seluruh indera untuk merangkum suatu kejadian. Kehadiran diri secara penuh (mindful) tentu menjadi syarat utama. Saya akan kesulitan merekam berbagai momen dengan lengkap bila pikiran saya mengawang-awang.  

Contoh : 

a) dua orang bersepeda ; satu perempuan dan satu laki-laki

b) keduanya mengenakan sepatu bertali dengan pakaian yang tampak kusut namun terlihat masih kering

c) tubuh dua pesepeda itu sudah agak bungkuk    

d) dua pesepeda itu mengayuh dengan kecepatan pelan


2. Membuat Asumsi (Think)

Di sini saya bisa membuat asumsi menggunakan data yang sudah saya kumpulkan sebelumnya.  

Contoh : 

a) dua orang itu adalah suami istri berusia agak sepuh

b) anak mereka sudah cukup besar hingga bisa ditinggal sendirian di rumah

c) keduanya mengenakan pakaian yang sama seperti saat tidur tadi malam

d) mereka bukan orang yang senang berolahraga sejak dulu ; bisa jadi hobi bersepeda ini belum lama mereka lakoni


3. Mempertanyakan (Wonder)

Kemudian saya bisa bebas mengekspresikan keingintahuan saya berdasarkan semua asumsi yang sudah saya buat sebelumnya.

Contoh : 

a) Mengapa kedua orang tua itu tidak mengajak anaknya bersepeda? Mungkinkah mereka sekadar ingin menikmati waktu berdua? 

b) Bagaimana sebetulnya cara berpakaian yang sehat untuk berolahraga khususnya bersepeda?

c) Bagaimana caranya agar kebiasaan berolahraga ini (apapun jenisnya) berjalan seterusnya dan bukan cuma 'musiman'?    


Di sini kita mendapatkan tiga topik tulisan. A. 'Kegiatan bersepeda untuk menikmati waktu berdua suami istri', B. 'Pakaian sehari-hari yang cocok untuk bersepeda', C. 'Menjaga konsistensi kebiasaan berolahraga'.

Biasanya, saya akan memilih satu macam topik yang paling menarik perhatian saya. Bisakah saya mengambil dua atau tiga topik sekaligus di dalam satu tulisan? Tentu bisa sekali terutama untuk topik yang saling terkait. Namun, berdasarkan pengalaman saya, ada satu keuntungan mengambil satu topik secara spesifik, yaitu kita bisa mengupas satu hal dari satu sudut pandang secara mendalam. Saat bahas sepeda motor, habis-habisan membahas kaca spionnya saja dulu. 

Selain itu, pssst... ini rahasia saya, bagi saya mencari topik yang seru itu cukup sulit. Jadi kalau punya banyak topik, sebaiknya dihemat, hahaha!  


Mulai Menulis

Setelah itu, kita bisa mulai menulis. Biasanya, sebelum membuat tulisan, saya membuat poin-poin kerangka berpikir. Mirip seperti membuat peta. "Nanti lewat jalan mana yaa.. Ah, ke sini dulu, terus ke sini, dan sampai di sini. Yak, ini oke.. Eh, sik.. sik..

Salah satu manfaat membuat kerangka berpikir sebelum mulai menulis adalah kita bisa mengevaluasi sendiri 'jalur' yang akan kita tempuh. Sesederhana masuk akal atau tidak? Semakin jalur tersebut masuk akal dan mulus perpindahan alurnya, semakin mudah pekerjaan kita saat membuat tulisan nantinya. 


1) Awalan

Menuangkan data dan asumsi yang berhubungan dengan topik. Data dan asumsi yang tidak berhubungan dengan topik bisa saya buang atau sertakan sebagai pelengkap saja. 

paragraf 1) dua orang bersepeda ; satu perempuan dan satu laki-laki 

b) keduanya mengenakan sepatu bertali dengan pakaian yang tampak kusut namun terlihat masih kering

c) tubuh dua pesepeda itu sudah agak bungkuk    

paragraf 2) dua pesepeda itu mengayuh dengan kecepatan pelan

paragraf 3) mereka bukan orang yang senang berolahraga sejak dulu ; bisa jadi hobi bersepeda ini belum lama mereka lakoni


2) Konflik

Membenturkan fakta dan asumsi dengan teori atau pengetahuan yang sudah saya punya sebelumnya sebagai. Teori atau pengetahuan saya perlakukan sebagai pisau bedah untuk menganalisis suatu kondisi atau gagasan.    

paragraf 4) manfaat berolahraga secara rutin

paragraf 5) alasan orang malas berolahraga

paragraf 6) cara memelihara kebiasaan berolahraga          


3) Akhiran

Membuat penutup tulisan dengan refleksi atau pertanyaan lanjutan yang bisa diambil.

paragraf 7) ada baiknya apabila kampanye kebiasaan berolahraga dibuat rutin

paragraf 8) apakah cara menjaga kebiasaan berolahraga bisa diterapkan untuk kebiasaan baik lainnya, contoh seperti membaca buku atau mengatur pola makan?


Seringkali saya menunda atau tidak merampungkan tulisan karena merasa tidak percaya diri dengan gagasan yang hendak saya tulis. Saya menunggu untuk mendapatkan ide yang lebih baik. Kenyataannya, jarang sekali ide yang lebih baik datang dengan sendirinya. Ide yang lebih baik biasanya hadir saat ide yang sebelumnya hadir sudah dituangkan sampai tuntas. 

Pada akhirnya, kegiatan menulis, bagi saya, butuh latihan, latihan, dan latihan. Semakin banyak berlatih, semakin nyaman melakukannya. Dalam proses latihan itu, kita akan menemukan formula yang lebih cocok dan nyaman untuk kita pakai. Bisa jadi sistematika yang teman-teman gunakan akan berbeda sama sekali dengan yang saya tulis di sini. Kapan-kapan, kalau menemukan sistematika berbeda, ceritakan pada saya yaa.. Saya juga ingin tahu lebih banyak cara menulis. Okay? Janji yaa! 

Comments

Popular posts from this blog

Terima Kasih Ahok!

Perjalanan Ananda dan Kehadiran Sang Idola

Dasar Kamu Enggak Normal!