Kepincut Ratu Sari (76) - Pelajaran untuk Murid atau Murid untuk Pelajaran?

Kemarin saya mengajar lagu baru ke salah satu murid. Lagu pendek satu halaman bernuansa Waltz karya Louis Kohler. Murid saya belum pernah mendengar apalagi memainkan musik tersebut. 

(Saya menulis sambil mendengarkan piano sonata Mozart dan saya tidak bisa konsentrasi sama sekali!!! Sebentar, saya matikan dulu musiknya! Huff... Okay, sampai di mana tadi?)  

Beberapa minggu sebelumnya dia pernah bilang lebih suka belajar dari YouTube ketimbang harus membaca not balok. Ini bukan tentang jenis musiknya namun cara belajarnya. Saya simpulkan bahwa ia cenderung lebih nyaman belajar dengan cara mendengarkan dan merasa bingung saat harus membaca not balok. 

Kalimat terakhir saya tadi itu bukan bersifat harga mati. Itu hanya kecenderungan yang bisa saja berubah. Kalimat itu juga bukan menggambarkan bahwa ia sama sekali tidak mampu membaca not balok dan hanya bisa belajar lewat cara mendengarkan musik. Saya rasa tidak ada yang bersifat hitam putih di dalam karakter, kemampuan, atau kepribadian manusia. Semua punya kemampuan yang lengkap dengan keunikan masing-masing. 

http://clipart-library.com/happy-student-clipart.html


Oh iya, perlu saya ceritakan juga kenapa saya sampai bisa tahu bahwa ia lebih nyaman belajar dari YouTube. Sebelumnya saya merasa bingung pada kemampuan murid saya ini. Ia adalah murid baru, sekitar enam bulan, yang sudah memainkan beberapa musik cukup rumit namun saat belajar lagu baru selalu kebingungan membaca not balok. Saya lalu bertanya apakah ada halangan saat membaca not balok. Di situ ia bercerita bahwa ia mengalami kesulitan membaca not balok terutama dalam hal posisi not di piano. "Aku tahu itu nama notnya apa tapi aku bingung posisinya di piano di mana," ujarnya. Kemudian ia bercerita lebih senang berlatih dari YouTube yang menawarkan video tutorial tanpa harus membaca not balok. 

Saya membuat penyesuaian cara mengajar. Saya mengajaknya berlatih Waltz Kohler per bagian kecil, semisal empat bar saja. Saya memainkannya berulang kali, sekitar tiga atau empat kali, agar ia bisa akrab dengan suara yang akan ia mainkan kemudian. Tentu saja saat mencontohkan saya tidak memberi tahu nama not yang saya mainkan. Setelah itu saya berikan ia kesempatan untuk memainkannya bagian yang saya mainkan sebelumnya. 

Saya tidak langsung mengoreksi apabila ia bermain not yang keliru. Diamkan saja dulu sampai selesai. Permainan musik adalah pembicaraan, seperti orang sedang bercerita. Saya tidak mau memotong pembicaraannya. (Saya pernah menulis topik ini di Kepincut Ratu Sari (75) - Pengajar adalah Pendengar) Cara saya mengoreksi kesalahannya adalah dengan mengulangi pemberian contoh dengan memperjelas bagian yang keliru ia mainkan tanpa memberi tahu secara verbal.


+++


Entah pandangan saya ini benar atau tidak namun saya memilih untuk berpikir bahwa 'pelajaran musik untuk murid' dan bukannya 'murid untuk pelajaran musik'. Mungkin memang ada banyak anak yang bisa sangat kenyal dan kuat untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan pelajaran musik. Namun apabila kondisi itu digeneralisir maka sungguh menyedihkan nasib anak-anak yang tidak sekenyal dan sekuat mereka. Bayangkan, mereka harus menyesuaikan diri dengan pelajaran musik yang sulit, not balok yang membingungkan, dan teknik yang ribet. Saya rasa baik juga bila pengajar berpedoman bahwa pelajaran musik harus menyesuaikan murid. 


http://clipart-library.com/happy-student-clipart.html


Ada pula murid lain yang justru sangat mengandalkan visual. Ia sangat berpatokan pada not balok. Tatapannya lurus ke arah not balok saat memainkan lagu baru. Contoh permainan yang saya berikan pun sepertinya tidak masuk sama sekali ke dalam pikirannya. Ia tetap berpedoman pada not balok yang ia lihat. 

Demikian contoh sederhananya : not di buku adalah Do Mi Sol namun ia membacanya sebagai Do Fa Sol. Meskipun berulang kali saya memberikan koreksi dengan memainkan Do Mi Sol ia akan tetap memainkan Do Fa Sol karena tidak merasa memainkan not yang keliru. Ia tidak merasakan bahwa not yang ia mainkan berbeda dengan not yang saya mainkan. (Jujur saja, untuk murid yang satu ini saya belum menemukan cara paling efektif untuk mengajarnya. Saya belum bisa bercerita banyak sekarang.

Ada pula murid lain yang ceria pembawaannya namun mudah sekali merasa cemas. Seringkali ia melihat partitur not balok yang terlihat kompleks dan langsung berseru kecewa. Awalnya saya mengira itu hanyalah candaan. Namun ternyata ia benar-benar merasa cemas dan takut. Ia punya kemampuan visual memahami bahasa musik not balok yang baik namun lebih unggul di auditori atau belajar melalui mendengarkan.     

Sungguh celaka bahwa saya baru menyadari kecemasan dan ketakutannya itu adalah riil setelah lebih dari satu tahun belajar! Tentu saya harus segera membuat penyesuaian. 'Partitur not balok bukanlah musuh yang siap menelanmu hidup-hidup, Nak!' itu isi pesan saya dalam sesi les belakangan ini. Saya terjemahkan pesan itu dengan cara menyederhanakan partitur not balok yang ia mainkan. 

Sekarang ia sedang memainkan lagu Dutch Dance dengan tangan kiri memainkan dua not bergantian Do Sol Sol, Do Sol Sol, Si Sol Sol, dan seterusnya. Saya mengajaknya untuk memainkan dua not bersamaan (blocking) DoSol...., DoSol....., SiSol...... 

Awalnya saya memperlakukan blocking itu sebagai tahapan untuk naik ke cara bermain yang sesungguhnya (dipecah). Namun saya melihat ia merasa senang dan nyaman bermain dengan cara blocking. Saya lihat ia merasa bangga bisa mengalahkan ketakutannya. 'Ternyata not balok tidak semengerikan itu,' demikian kurang lebih makna senyumnya saat memainkan Dutch Dance. Saya pun menyingkirkan niat mengubah cara bermain tangan kiri dan menganggap lagu itu sudah tuntas. Good job, Nak!  


(Kepincut Ratu Sari adalah singkatan dari Kelas Piano dalam Cuplikan Tulisan Seratus Hari. Tantangan bagi saya sendiri untuk membuat catatan berbagai aktivitas menarik di kelas piano. Catatan berlangsung selama 100 hari. Hari ini adalah hari ke 76.) 

Comments

Popular posts from this blog

Terima Kasih Ahok!

Perjalanan Ananda dan Kehadiran Sang Idola

Dasar Kamu Enggak Normal!